Sabtu, 05 November 2011

SULITNYA BERBUAT IKHLAS

Ketika kita sedang berkendara baik naik angkot, bis kota, ataupun kereta api sering kali menjumpai para pengamen mendendangkan lagu dan para penumpang memberikan sedekah berupa uang recehan. Bersedekah kepada pengamen di bis kota atau di angkot karena ingin  menghentikan nyanyiannya yang fals, bersedekah kepada pengemis hanya untuk menghentikan rengekannya , ataupun menjenguk orang yang sakit supaya kita dijenguk apabila sakit nanti,  menurut Al-Ghazali gambaran tersebut diatas adalah perbuatan tiadanya  keikhlasan. Keikhlasan yang sempurna tidak bisa diilustrasikan kecuali oleh orang yang sudah larut dalam cinta kepada Allah  dan mengutamakan negeri akhirat. Pernah ditanyakan kepada seorang shalih “apakah yang paling berat bagi jiwa?  Ia menjawab  “keikhlasan”. 
Ikhlas dapat juga disamakan dengan murni menurut kamus Bahasa Indonesia ikhlas itu  adalah rela, jujur, suci hati. Murni adalah suci, bersih sekali misalnya cinta yang murni, cinta yang tulus didasarkan kasih sayang yang tulus, emas murni adalah emas yang belum tercampur dengan benda apapun, misalnya perak, perunggu, dll. Menurut Al-ghazali ikhlas memilliki hakikat yaitu sesuatu yang bersih dari campuran yang dapat mencemarinya.
Para guru dan da’i memberi nasehat kepada kita agar ikhlas dalam bekerja dan beramal. Namun, pada kenyataannya kita sering tidak ikhlas dalam melakukan kebaikan. Kita bekerja dan beramal baik sering bukan karena Allah, tetapi karena pertimbangan lain yang lahir dari hawa nafsu, seperti mencari muka (riya’) dan mencari popularitas (sum’ah). Dalam kacamata sufisme, kedua sifat ini merupakan penyakit yang dapat menggerogoti  keikhlasan seseorang dan mendekatkannya ke pintu gerbang kemusyrikan. Berkenaan dengan hal ini menurut As Samarkhandi rhm, suatu amal yang dilakukan  demi Allah akan diterima, dan suatu amal yang dilakukan  demi manusia akan ditolak sebagaimana firman Allah, “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu  (bagaikan) debu yang berterbangan (QS.Al Furqon : 23). Dalam kisah diceritakan bahwa ada seorang lelaki yang berhijrah dari Mekah ke Madinah bukan maksud untuk mendapatkan keutamaan hijrah, melainkan bisa menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Lelaki itu dijuluki orang yang berhijrah kepada Ummu Qais. Al-fudhai pernah berkata: “Meninggalkan amal karena manusia itu adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik, sedang ikhlas itu ialah bila Allah membebaskannya dari kedua sifat itu”.
Ikhlas merupakan kesadaran agama yang memperlihatkan kedekatan hubungan seseorang dengan Tuhannya. Ma’rifat merupakan salah satu cara pendekatannya. Usaha kita dalam menggapai  ma’rifatullah adalah dengan ilmu. Tak heran Al-Ghazali pernah berkata:”Semua orang akan binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa, kecuali mereka yang beramal. Dan yang terakhir pun  binasa, kecuali mereka yang tulus dalam beramal”.
Orang yang ikhlas atau mukhlis mempunyai tanda-tanda yang bisa dikenali, antara lain; takut mendapatkan popularitas, banyak berdiam, tidak mencari pujian, tidak pelit memuji orang yang berhak mendapat pujian dan sanjungan dengan berbagai kriterianya, meluruskan  amal dalam beramal, bersabar dalam menapaki jalan panjang yang sangat berat sementara pertolongan belum kunjung tiba, bergembira dengan keberhasilan lawannya atau minimal tidak marah karena hal itu. Tips agar kita selalu ikhlas dalam berbagai hal diantaranya; 
  •   Berdo’a dan memohon perlindungan kepada Allah
  •   Ilmu , mengetahui akan pentingnya keikhlasan,
  •   Kesungguhan (mujahadah), 
  • Berteman dengan para mukhlisin, 
  •    Membaca biography para salaf dan para shalihin.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa Allah berfirman: “ Ikhlas itu adalah salah satu rahasia-Ku yang Aku titipkan dalam hati hamba-Ku yang Aku cintai. Semoga…!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar